Monday, January 28, 2008

Jenayah Iselam Liberal ke atas Al-Quran

Episod baru perkembangan liberalisme pemikiran (Iselam Liberal & Sekular) adalah penghujatan (kritikan ke atas) Al-Qur'an. Seorang dosen IAIN bahkan menulis "Edisi Kritis al-Quran." Baca CAP ke-97 Adian Husaini


Umat Islam Indonesia sekarang memasuki babak baru yang sangat penting dalam menentukan masa depannya. Arus sekularisasi dan liberalisasi yang kini diusung dan digelindingkan sendiri oleh sejumlah tokoh, kampus dan organisasi Iselam telah menemukan bentuknya yang mendekati apa yang sudah berlaku di dunia Kristian.

Gagasan liberalisasi yang ratusan tahun lalu digelindingkan di dunia Yahudi dan Kristian kini dipaksakan kepada Islam. Maka, apa yang selama ini tidak pernah terpikirkan oleh umat Islam, sekarang sudah mulai mesti dipikirkan.

Salah satu isu penting yang digelindingkan kaum liberal adalah masalah isu kesempurnaan al-Quran. Kaum Liberal yang menganut paham pluralisme agama (umumnya semua agama benar) tampaknya tidak rela, kalau kaum Muslim masih saja mendakwa, hanya agamanya saja yang benar, dan hanya Kitab Sucinya (al-Quran) saja yang benar.

Sesuai dengan fahaman pluralisme agama, semua agama harus didudukkan pada posisi yang sejajar, sedarjat, tidak boleh ada yang mendakwa lebih tinggi, lebih benar, atau paling benar. Begitu juga dengan pemahaman tentang Kitab Suci. Tidak boleh ada kelompok agama yang boleh mendakwa hanya kitab sucinya saja yang suci.

Oleh itu projek liberalisasi Islam tidak akan lengkap jika tidak menyentuh aspek kesucian al-Quran. Mereka berusaha keras untuk meruntuhkan keyakinan kaum Muslimin yang mengakui al-Quran adalah Kalamullah, bahwa al-Quran adalah satu-satunya Kitab Suci yang suci, bebas daripada kesalahan. Mereka mengabaikan bukti-bukti al-Quran yang menjelaskan tentang kesempurnaan al-Quran, dan kekeliruan dari kitab-kitab agama lain.

Kata seorang yang aktif menjadi penyebar fahaman liberal di Indonesia: "Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua kitab suci adalah mukjizat. (Jawa Pos, 11 Jan. 2004).



Jadi, orang tersebut tidak mahu mengakui al-Quran adalah satu-satunya Mukjizat yang masih tersisa di zaman akhir ini, yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Padahal, begitu banyak ayat al-Quran yang menjelaskan tentang kesempurnaan al-Quran dan tindakan kaum Yahudi dan Kristian yang telah mengubah kitab sucinya sendiri, sehingga menurut al-Quran, kitab suci mereka itu sekarang menjadi tidak suci lagi. Misalnya, Allah SWT berfirman:

"Sebahagian dari orang-orang Yahudi mengubah kalimat-kalimat dari tempatnya."

(An Nisa: 46)

Juga firman-Nya:

"Maka apakah kamu ingin sekali supaya mereka beriman karena seruanmu, padahal sebagian mereka ada yang mendengar firman Allah, lalu mengubahnya sesudah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahuinya."

(al-Baqarah:75)

Dan firman-Nya: "Sungguh celakalah orang-orang yang menulis al-kitab dengan tangan mereka, lalu mereka katakan: "Ini adalah dari Allah." (mereka lakukan itu) untuk mencari keuntungan sedikit. Sungguh celakalah mereka karena aktivitas mereka menulis kitab-kitab (yang mereka katakan dari Allah itu), dan sungguh celakalah mereka akibat tindakan mereka.

(al-Baqarah:79)

Itulah penjelasan al-Quran tentang kitab-kitab kaum Yahudi dan Kristian. Semestinya, sebagai orang yang mengaku Muslim, tentu ayat-ayat al-Quran itu menjadi pegangan hidup dan pedoman berfikirnya. Sebab, al-Quran adalah landasan utama keimanan seorang Muslim. Jika tidak mau mengakui kebenaran al-Quran, untuk apa mengaku Muslim!

Konsistensi berfikir seperti ini sangat penting, sehingga tidak memunculkan kerancuan dan ketidakjujuran dalam beragama. Bagi kaum Kristian yang percaya Bible, tentu akan menolak al-Quran. Itu sudah normal dan wajar. Aneh, kalau seseorang itu tetap mengaku Kristian, tetapi pada masa yang sama juga mengaku percaya kepada kenabian Muhammad saw dan kebenaran al-Quran.

Adalah aneh dan keluar dari logik kebiasaan, kalau ada yang mengaku Muslim tetapi mengingkari kesucian al-Quran dan sekaligus juga mengimani kesucian kitab-kitab agama lain saat ini, yang sudah jelas-jelas banyak bahagiannya yang bertentangan dengan al-Quran. Apalagi menyatakan bahawa semua kitab suci agama-agama lain adalah mukjizat. Sungguh pernyataan yang tidak masuk akal. Apakah Kitab Suci aliran kebatinan Darmo Gandul dan Gatholoco juga mukjizat?

Tetapi, rupanya para penyebar dan pengusung idea-idea liberalisme di kalangan kaum Muslim, tidak berhenti sampai di situ. Mereka kini aktif menulis berbagai buku dan artikel yang cuba menggoyahkan keyakinan kaum Muslim terhadap kesucian al-Quran.

Seorang dosen Ulumul Quran di satu IAIN di Indonesia menulis satu makalah berjudul "Edisi Kritis al-Quran", yang isinya menyatakan: "Uraian dalam paragraf-paragraf berikut mencuba mengungkapkan secara ringkas proses pemantapan teks dan bacaan al-Qur'an, sembari menegaskan bahawa proses tersebut masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan menggagas bagaimana menyelesaikan itu lewat suatu upaya penyuntingan edisi kritis al-Qur'an."

Jadi, si dosen itu ingin meyakinkan kepada kita, bahawa al-Quran kita saat ini masih bermasalah, tidak kritis, sehingga perlu diedit lagi. Dosen itu pun menulis sebuah buku serius berjudul "Rekonstruksi Sejarah al-Qur'an" yang juga meragukan keabsahan dan kesempurnaan Mushaf Utsmani.

Dia tulis dalam bukunya (2005:379-381): "Terdapat berbagai laporan tentang kewujudan bahagian-bahagian tertentu al-Quran yang tidak dirakam secara tertulis ke dalam mushaf oleh Zayd, dan karena itu menggoyahkan kesempurnaan serta integriti kodifikasi Utsman. Dengan demikian, pandangan dunia tradisional telah melakukan sakralisasi terhadap suatu bentuk tulisan yang lazimnya dipandang sebagai produk budaya manusia."

Jadi, sekali lagi, penulis buku itu cuba mendakyahkan mushaf Utsmani masih bermasalah, dan tidak layak disucikan. Yang ironis, buku ini diberi kata pengantar oleh Prof. Dr. Quraish Shihab, tanpa memberikan kritik yang bererti.

Dalam pengantarnya, Quraish menulis, "Kasarnya, ada sejarah yang hilang untuk menjelaskan beberapa ayat atau susunan ayat al-Quran dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas."

Penulis lain, seorang calon doktor dari satu Universiti di Australia yang juga rajin mempromosikan fahaman liberalisme, menulis sebuah catatan: "Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa Al-Quran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma'nan).

Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam."

Ada lagi sebuah tesis master di Universitas Islam Negeri Yogyakarta (Dulu: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), yang secara terang-terangan juga menghina Mushaf Utsmani. Tesis itu sudah diterbitkan dalam sebuah buku berjudul: "Menggugat Kesempurnaan Wahyu Tuhan", dan diberi kata pengantar dua orang doktor dalam bidang pengajian Islam, dosen di pascasarjana UIN Yogyakarta. Di dalam buku ini, misalnya, kita boleh menikmati hinaanterhadap al-Quran seperti kata-kata berikut ini:

"Setelah kita kembalikan wacana Islam Arab ke dalam dunianya dan melepaskan diri kita dari hegemoni budaya Arab, kini saatnya, kita melakukan usaha pencarian pesan Tuhan yang terperangkap dalam Mushaf Utsmani, dengan suatu metod dan pendekatan baru yang lebih kreatif dan produktif. Tanpa menegaskan besarnya peranan yang dimainkan Mushaf Utsmani dalam mentransformasikan pesan Tuhan, kita terlebih dulu menempatkan Mushaf Utsmani itu setara dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, Mushaf itu tidak sacral dan absolute, melainkan profan dan fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat di dalamnya, yang masih dalam proses pencarian. Karena itu, kini kita dibolehnkan bermain-main dengan Mushaf tersebut, tanpa ada beban sedikitpun, beban sakralitas yang melingkupi perasaan dan pikiran kita."

Fenomena menghujat al-Quran seperti dilakukan oleh para sarjana dari kalangan Muslim semacam ini adalah fenomena baru dalam sejarah Islam Indonesia. Selama 350 tahun dijajah Belanda, fenomena semacam ini tidak pernah ada. Hal semacam ini sudah begitu lumrah dalam tradisi Kristian. Kritik terhadap Bible sudah menjadi hal biasa. Mereka sudah mengembangkan satu bidang ilmu yang dikenal dengan nama "Biblical Criticism".

Tradisi Kristian semacam ini sekarang dibawa masuk ke dalam tradisi Islam oleh orang-orang dari kalangan Muslim sendiri, yang terpengaruh oleh tradisi Kristian. Jika kita semak sebuah buku berjudul "Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab Suci Kepausan" (Yogyakarta: Kanisius, 2003), tampak bagaimana pengaruh pengajian Bible telah merasuk ke dalam pengajian al-Quran di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia.

Para penyerang al-Quran sebenarnya hanya menciplak idea-idea dan bukti-bukti yang disodorkan oleh para orientalis Yahudi dan Kristian. Boleh jadi, mereka juga mengambil fakta-fakta yang telah ditulis oleh para ulama Muslim. Tetapi, dianalisa dalam perspektif sesuai kepentingan orientalis.

Jauh sebelumn itu, pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta Kristian asal Iraq dan guru besar di Universiti Birmingham Inggeris, sudah mengimbau bahawa "sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan kritik teks terhadap al-Quran sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani (The time has surely come to subject the text of the Kur’an to the same criticism as that to which we subject the Hebrew and Aramaic of the Jewish Bible, and the Greek of the Christian scriptures)."

Imbauan pendeta Kristian dan tokoh studi Islam itulah yang kini diikuti oleh begitu banyak sarjana dari kalangan Muslim. Fenomena penyerangan terhadap al-Quran ini semestinyanya menjadi perhatian paling serius oleh para ulama dan cendekiawan Muslim. Ini adalah bentuk kemungkaran yang sangat besar. Sebab, mereka telah membongkar satu asas keyakinan kaum Muslim yang paling asas, iaitu tentang kesucian al-Quran. Mungkin para penghujat al-Quran itu sedang khilaf. Mungkin ia merasa menemukan sesuatu yang hebat sehingga merasa dirinya lebih hebat dari para Imam dan ulama Islam terkemuka. Mungkin juga mereka sekedar iseng, karena motif-motif tertentu. Atau, mungkin juga ia merasa menemukan kebenaran.

Terlepas dari semua itu, buku-buku atau artikel yang mereka terbitkan, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Cendekiawan muslim wajib menjawabnya dengan cara-cara ilmiah yang lebih baik dari karya-karya mereka.

Tentu saja ini bukan tugas yang ringan, dan memerlukan peruntukan kewangan yang sangat besar. Sebab, harus mengumpulkan literatur-literatur yang sangat banyak. Sayangnya, dalam Kongres Umat Islam yang baru lalu, masalah ini tidak disentuh. Padahal, masalah ini jauh lebih serius daripada masalah bencana alam, pornografi, dan sebagainya. Bukankah Rasulullah saw sudah berpesan, jika kita melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan, lisan, atau hati. Yang menjadi masalah besar saat ini adalah ketika para cendekiawan Muslim sendiri tidak faham, bahawa saat ini telah terjadi kemungkaran yang besar semacam ini. Wallahualam.

Artikel asal berbahasa Indoensia

(Jakarta, 29 April 2005/Hidayatullah.com).

No comments: